Efenni Prima Canceria
22213778
1EB24
Perbandingan
Tingkat Kesejahteraan antar Provinsi di Indonesia
Menurut Dudley Seers ,
tingkat kesejahteraan dapat ditentukan melalui 3 indikator , yakni dilihat dari
:
a) Tingkat
kemiskinan
b) Tingkat
pengangguran
c) ketimpangan
diberbagai bidang
indikator-indikator tersebut akan
dibahas mengenai berbagai provinsi di Indonesia :
A.
tingkat kemiskinan
Keberhasilan pencapaian laju pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir disertai pula dengan
menurunnya angka kemiskinan di berbagai daerah.Secara nasional, angka
kemiskinan mengalami penurunan dari 11,7% pada tahun 2012 menjadi 11,5% pada
tahun 2013. Terkait kemsikinan yang menurun, jika dilihat penurunan tersebut
tidak terjadi secara merata. Beberapa daerah seperti Jabagteng, Sulampua, dan
Bali-Nustra justru cenderung berada di atas nasional .dari data BPS yang ada
pada september 2013 , presentase penduduk miskin yang berada di desa maupun
kota paling banyak dimiliki oleh Papua (31,53%) , Papua Barat (27,14%) , Nusa
Tenggara Timur (20,24%) , Maluku (19,27%) sedangkan presentase terkecil
dimiliki oleh DKI Jakarta (3,72%) .namun , jumlah penduduk miskin terbanyak
berada pada provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 1622,03 ribu jiwa di daerah
perkotaan dan 3243,79 ribu jiwa di pedesaan sedangkan jumlah penduduk miskin
paling sedikit berada di provinsi Kepulauan Bangka belitung yaitu sebanyak
70,90 ribu jiwa didaerah perkotaan dan pedesaan .hal
tersebut terjadi karena letak geografi besarnya wilayah juga mempengaruhi
jumlah penduduk miskin yang ada contohnya antara provinsi Jawa timur walaupun
memiliki penduduk miskin terbanyak namun presentasenya masih lebih besar
daripada Papua hal ini dikarenakan wilayah Jawa timur dan Papua jauh lebih
besar provinsi Jawa Timur dan jumlah paling sedikit dimiliki Bangka belitung
walaupun DKI jakarta memiliki presentase paling kecil hal ini terjadi karena
wilayah Bangka Belitung lebih kecil daripada provinsi DKI Jakarta.
B.
Tingkat Pengangguran
Hal lain yang perlu dicermati adalah
meningkatnya pengangguran di berbagai daerah pada tahun 2013. Peningkatan
tersebut antara lain terkait dengan menurunnya kinerja perekonomian daerah
sepanjang tahun 2013. Berdasarkan data sementara Badan Pusat
Statistik, pada tahun 2013 jumlah pengangguran secara nasional sebesar 7,4juta
jiwa, yaitu 6,25 persen dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta
jiwa.
Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat kenaikan tingkat pengangguran, namun masih mencatat angka pengangguran terendah di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02%.Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami penurunan pada Agustus 2013.
Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat kenaikan tingkat pengangguran, namun masih mencatat angka pengangguran terendah di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02%.Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami penurunan pada Agustus 2013.
C.
Ketimpangan diBerbagai Bidang
indikator rasio gini, dalam beberapa tahun
justru menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat. Secara nasional, rasio
gini meningkat dari 0,410 menjadi 0,413 pada tahun 2013. Hal ini memberikan
arti adanya kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Meningkatnya
ketimpangan pendapatan di tengah angka kemiskinan yang menurun mengindikasikan
adanya perbedaan laju peningkatan kesejahteraan di antara berbagai kelompok
masyarakat. Pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa
tahun terakhir lebih banyak berdampak positif pada meningkatnya laju pendapatan
masyarakat kelas menengah atas yang lebih cepat. Sementara itu, akselerasi laju
pendapatan kelompok masyarakat menengah bawah relatif lebih lambat karena
mereka lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan industri yang
pertumbuhannya relatif lebih lambat daripada sektor lainnya.
Kinerja Sektor Utama Daerah :
·
Sektor pertambangan dan
penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian secara
agregat tumbuh melambat di wilayah Sulampua dari 24,8% pada triwulan III 2013
menjadi 22,6%.Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas ekspor yang
masih cenderung terbatas dan terhentinya produksi beberapa perusahaan tambang
lokal di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian, langkah pelaku usaha dalam
mengantisipasi berlakunya larangan ekspor mineral pada awal Januari 2014 dan
minimalnya kendala operasional perusahaan tambang besar di wilayah Sulampua
diperkirakan dapat menopang pertumbuhan kinerja sektor pertambangan pada
kisaran level yang masih tinggi. Indikasi ini terlihat dari produksi tembaga
dan emas di Papua yang meningkat cukup tinggi pada akhir tahun 2013.
·
Sektor indikasi pengolahan
Pada triwulan IV 2013, sektor industri
pengolahan tumbuh meningkat hingga mencapai 11,4% setelah sebelumnya tumbuh
7,2%. Provinsi pendorong pertumbuhan sektor ini adalah Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan terutama Papua Barat. Di
Papua Barat, meningkatnya kinerja industri dipengaruhi terutama oleh produksi
LNG yang meningkat cukup tinggi seiring membaiknya harga internasional LNG pada
triwulan IV 2013. sektor industri pengolahan tercatat tumbuh melambat dari
12,7% (yoy) pada 2012 menjadi 8,4%.
·
Sektor perdagangan,hotel, dan
restoran
Sektor PHR tumbuh menguat di akhir 2013. Pada
triwulan IV 2013, sektor PHR bertumbuh 10,2%, lebih tinggi dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya (9,1%). Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara,
Maluku, dan Maluku Utara menjadi pendorong akselerasi sektor ini. Peningkatan
tersebut terutama didukung oleh kegiatan perdagangan besar maupun eceran yang
meningkat seiring masa akhir tahun. Kehadiran pusat perbelanjaan besar di
Sulawesi Tenggara menjadi faktor yang menguatkan pertumbuhan. Di Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Utara, penyelenggaraan event berskala besar menjadi
pemicu akselerasi. Akumulasi selama satu tahun menunjukkan adanya perlambatan
pertumbuhan sektor PHR dari 10,2% pada 2012 menjadi 9,9% pada 2013. Perlambatan
ini dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan konsumsi maupun impor di 2013
sehingga kegiatan perdagangan pun ikut melambat. Melihat pada beberapa
perkembangan indikator terkini, pertumbuhan sektor PHR diperkirakan akan
sedikit melambat pada triwulan I 2014. Tingkat penghunian kamar hotel di
beberapa daerah di wilayah Sulampua cenderung menurun pada awal tahun. Pola
yang sama juga teramati pada jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke
Makassar dan Manado.
·
Sektor pertanian
Sektor pertanian tumbuh meningkat dari 4,4%
pada triwulan III menjadi 8,3% pada triwulan IV 2013. Pergeseran puncak panen
menyebabkan masih terdapatnya panen di beberapa daerah sentra produksi di
Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2013. Produksi ikan yang meningkat signifikan
di daerah sentra seperti Maluku dan Maluku Utara ikut mendorong pertumbuhan
sektor pertanian. Di Sulawesi Tenggara, penguatan infrastruktur irigasi serta penambahan
kapal untuk penangkapan ikan yang ditempuh pemerintah menjadi faktor pendorong
pertumbuhan. Untuk keseluruhan 2013, sektor pertanian mengalami perlambatan
dari 5,2% menjadi 4,5% Hal ini dinilai merupakan dampak melemahnya pertumbuhan
produksi padi di Sulampua Berdasarkan angka sementara dari Badan Pusat
Statistik (BPS), pertumbuhan produksi padi Sulampua melambat dari 7,4% pada
2012 menjadi 1,4% pada 2013.
Ø Berdasarkan
data yang didapatkan dari BPS , dapat kita lihat Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) untuk parameter penentu tingkat kesejahteraan pada masing-masing
provinsi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga
dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan,
dan kehidupan yang layak.dimensi-dimensi tersebut adalah :
1.
Mengukur dimensi kesehatan menggunakan
angka harapan hidup waktu lahir
2.
Mengukur dimensi pendidikan menggunakan
gabungan indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah
3.
mengukur dimensi hidup layak digunakan
indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang
dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Berdasarkan data BPS tahun 2012 tingkat
IPM untuk daerah Jawa yaitu DKI Jakarta sebanyak 78,33 ,Banten sebanyak 71,49 ,
Jawa Barat 73,11, Jawa Tengah 73,36 ,D.I Yogyakarta 76,75, Jawa timur 72,83 , Bali
73,49 .sedangkan untuk daerah luar jawa tingkat IPM tertinggi pada provinsi
Sulawasi Utara yaitu 76,95 dan terendah pada provinsi Papua yaitu 65,86 .makin besar
tingkat IPM yang ada maka kondisi atau keadaan suatu provinsi akan semakin
membaik atau tidak akan terjadi ketimpangan sedangkan sebaliknya jika angka IPM
makin rendah maka makin besar kemungkinan terjadianya ketimpangan .
ØPenduduk buta huruf antar provinsi tahun 2013 (usia
15+)
Penduduk buta huruf pada provinsi di
Indonesia paling tinggi dimiliki Papua yaitu sebanyak 34,31% , Nusa Tenggara
Barat 16,32% , dan Sulawesi Selatan 11,27 sedangkan terendah dimiliki oleh DKI
Jakarta .
Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi
ketimpangan ekonomi antarwilayah sangat ditentukan oleh faktor yang
mempengaruhi ketimpangan. Kebijakan yang dimaksudkan merupakan upaya pemerintah
, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi
ketimpangan ekonomi antardaerah dalam suatu negara atau wilayah.dalam mengatasi dapat dilakukan :
A.
Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi ketimpangan adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor
produksi antardaerah. Pemerintah perlu mendorong berkembangnya sarana
perhubungan seperti perusahaan angkutan antardaerah dan fasilitas
telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan ekonomi
antarwilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor
produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar.
B.
Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan
Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah
kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah.
Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela
dengan biaya sendiri.
Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini,
kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula
diatasi sehingga proses pembangunan ekonomi daerah bersangkutan akan dapat pula
digerakkan.
C.
Pengembangan Pendidikan Antarwilayah
Pengembangan pendidikan akan dapat medorong
peningkatan keterampilan tenaga kerja selanjutnya akan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Disamping itu, melalui pengembangan pendidikan akan
dapat pula didorong proses inovasi dan perbedaan teknologi produksi selanjutnya
akan mendorong perbaikan tingkat efisiensi usaha.
Pengembangan pendidikan pada daerah yang relatif
terbelakang diperkirakan akan merupakan kebijakan yang cukup penting untuk
mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah.
D.
Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi
ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut
menganut konsep Konsentrasi dan Desentralisasi secara sekaligus.
Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan
ekonomi dapat dilakukan dengan masih mempertahankan tingkat efisiensi usaha
yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha. Sedangkan aspek desentralisasi
diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antardaerah dapat dilakukan
sehingga ketimpangan pembangunan antaarwilayah akan dapat dikurangi.
Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong
proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan
pembangunan antarwilayah dapat dilakukan melaui pembangunan pusat – pusat
pertumbuhan pada kota – kota skala kecil dan menengah.
E.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dengan dilaksanakannya oonomi daerah dan
desentralisasi pembangunan, maka aktivitas pembangunan ekonomi daerah, termasuk
daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena adanya wewenang
yang ada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Bila hal ini dapat dilakukan, makan proses pembangunan
ekonomi daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan
ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat pula dikurangi.
Melalui kebijakan. Pemerintah dapat memberikan
kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerah
masing – masing ( desentralisasi pembangunan ). Sejalan dengan ini, masing –
masing daerah juga diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk
“Block Grant” berupa dana perimbangan yang terdiri dari “Dana Bagi Hasil Pajak
dan Sumber Daya Alam”, Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi Khusus ( DAK ).
Dari berbagai
data yang ada , maka dapat saya simpulkan keadaan di berbagai provinsi di
Indonesia , dengan indikator yang ada pemerintah seharusnya dapat tepat
mengatasi permaslahan yang ada antar provinsi se-Indonesia
.kesenjangan-kesenjangan yang terjadi rata-rata terjadi diwilayah yang berada
jauh dengan ibukota atau daerah yang memiliki luas wilayah yang cukup sempit
seperti contohnya di Pulau jawa terdapat di Banten yang memiliki ketimpangan
yang cukup besar hal ini dikarenakan Banten pada dasarnya adalah wilayah yang terkecil
diantara wilayah Jawa yang lainnya . sedangkan , untuk wilayah di luar jawa
ketimpangan terjadi paling menonjol di provinsi Papua .oleh karena itu ,
pemerintah khususnya pemerintah daerah masing-masing dapat melakukan upaya
untuk membangun daerahnya masing-masing.dengan cara contohnya penyebaran
pembangunan prasarana terhubung yaitu untuk wilayah-wilayah terpencil seperti
diwilayah Indonesia bagian timur .
Sumber :
Efenni Prima Canceria
22213778
1EB24
Perbandingan
Tingkat Kesejahteraan antar Provinsi di Indonesia
Menurut Dudley Seers ,
tingkat kesejahteraan dapat ditentukan melalui 3 indikator , yakni dilihat dari
:
a) Tingkat
kemiskinan
b) Tingkat
pengangguran
c) ketimpangan
diberbagai bidang
indikator-indikator tersebut akan
dibahas mengenai berbagai provinsi di Indonesia :
A.
tingkat kemiskinan
Keberhasilan pencapaian laju pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir disertai pula dengan
menurunnya angka kemiskinan di berbagai daerah.Secara nasional, angka
kemiskinan mengalami penurunan dari 11,7% pada tahun 2012 menjadi 11,5% pada
tahun 2013. Terkait kemsikinan yang menurun, jika dilihat penurunan tersebut
tidak terjadi secara merata. Beberapa daerah seperti Jabagteng, Sulampua, dan
Bali-Nustra justru cenderung berada di atas nasional .dari data BPS yang ada
pada september 2013 , presentase penduduk miskin yang berada di desa maupun
kota paling banyak dimiliki oleh Papua (31,53%) , Papua Barat (27,14%) , Nusa
Tenggara Timur (20,24%) , Maluku (19,27%) sedangkan presentase terkecil
dimiliki oleh DKI Jakarta (3,72%) .namun , jumlah penduduk miskin terbanyak
berada pada provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 1622,03 ribu jiwa di daerah
perkotaan dan 3243,79 ribu jiwa di pedesaan sedangkan jumlah penduduk miskin
paling sedikit berada di provinsi Kepulauan Bangka belitung yaitu sebanyak
70,90 ribu jiwa didaerah perkotaan dan pedesaan .hal
tersebut terjadi karena letak geografi besarnya wilayah juga mempengaruhi
jumlah penduduk miskin yang ada contohnya antara provinsi Jawa timur walaupun
memiliki penduduk miskin terbanyak namun presentasenya masih lebih besar
daripada Papua hal ini dikarenakan wilayah Jawa timur dan Papua jauh lebih
besar provinsi Jawa Timur dan jumlah paling sedikit dimiliki Bangka belitung
walaupun DKI jakarta memiliki presentase paling kecil hal ini terjadi karena
wilayah Bangka Belitung lebih kecil daripada provinsi DKI Jakarta.
B.
Tingkat Pengangguran
Hal lain yang perlu dicermati adalah
meningkatnya pengangguran di berbagai daerah pada tahun 2013. Peningkatan
tersebut antara lain terkait dengan menurunnya kinerja perekonomian daerah
sepanjang tahun 2013. Berdasarkan data sementara Badan Pusat
Statistik, pada tahun 2013 jumlah pengangguran secara nasional sebesar 7,4juta
jiwa, yaitu 6,25 persen dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta
jiwa.
Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat kenaikan tingkat pengangguran, namun masih mencatat angka pengangguran terendah di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02%.Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami penurunan pada Agustus 2013.
Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat kenaikan tingkat pengangguran, namun masih mencatat angka pengangguran terendah di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02%.Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami penurunan pada Agustus 2013.
C.
Ketimpangan diBerbagai Bidang
indikator rasio gini, dalam beberapa tahun
justru menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat. Secara nasional, rasio
gini meningkat dari 0,410 menjadi 0,413 pada tahun 2013. Hal ini memberikan
arti adanya kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Meningkatnya
ketimpangan pendapatan di tengah angka kemiskinan yang menurun mengindikasikan
adanya perbedaan laju peningkatan kesejahteraan di antara berbagai kelompok
masyarakat. Pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa
tahun terakhir lebih banyak berdampak positif pada meningkatnya laju pendapatan
masyarakat kelas menengah atas yang lebih cepat. Sementara itu, akselerasi laju
pendapatan kelompok masyarakat menengah bawah relatif lebih lambat karena
mereka lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan industri yang
pertumbuhannya relatif lebih lambat daripada sektor lainnya.
Kinerja Sektor Utama Daerah :
·
Sektor pertambangan dan
penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian secara
agregat tumbuh melambat di wilayah Sulampua dari 24,8% pada triwulan III 2013
menjadi 22,6%.Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas ekspor yang
masih cenderung terbatas dan terhentinya produksi beberapa perusahaan tambang
lokal di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian, langkah pelaku usaha dalam
mengantisipasi berlakunya larangan ekspor mineral pada awal Januari 2014 dan
minimalnya kendala operasional perusahaan tambang besar di wilayah Sulampua
diperkirakan dapat menopang pertumbuhan kinerja sektor pertambangan pada
kisaran level yang masih tinggi. Indikasi ini terlihat dari produksi tembaga
dan emas di Papua yang meningkat cukup tinggi pada akhir tahun 2013.
·
Sektor indikasi pengolahan
Pada triwulan IV 2013, sektor industri
pengolahan tumbuh meningkat hingga mencapai 11,4% setelah sebelumnya tumbuh
7,2%. Provinsi pendorong pertumbuhan sektor ini adalah Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan terutama Papua Barat. Di
Papua Barat, meningkatnya kinerja industri dipengaruhi terutama oleh produksi
LNG yang meningkat cukup tinggi seiring membaiknya harga internasional LNG pada
triwulan IV 2013. sektor industri pengolahan tercatat tumbuh melambat dari
12,7% (yoy) pada 2012 menjadi 8,4%.
·
Sektor perdagangan,hotel, dan
restoran
Sektor PHR tumbuh menguat di akhir 2013. Pada
triwulan IV 2013, sektor PHR bertumbuh 10,2%, lebih tinggi dari pertumbuhan
triwulan sebelumnya (9,1%). Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara,
Maluku, dan Maluku Utara menjadi pendorong akselerasi sektor ini. Peningkatan
tersebut terutama didukung oleh kegiatan perdagangan besar maupun eceran yang
meningkat seiring masa akhir tahun. Kehadiran pusat perbelanjaan besar di
Sulawesi Tenggara menjadi faktor yang menguatkan pertumbuhan. Di Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Utara, penyelenggaraan event berskala besar menjadi
pemicu akselerasi. Akumulasi selama satu tahun menunjukkan adanya perlambatan
pertumbuhan sektor PHR dari 10,2% pada 2012 menjadi 9,9% pada 2013. Perlambatan
ini dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan konsumsi maupun impor di 2013
sehingga kegiatan perdagangan pun ikut melambat. Melihat pada beberapa
perkembangan indikator terkini, pertumbuhan sektor PHR diperkirakan akan
sedikit melambat pada triwulan I 2014. Tingkat penghunian kamar hotel di
beberapa daerah di wilayah Sulampua cenderung menurun pada awal tahun. Pola
yang sama juga teramati pada jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke
Makassar dan Manado.
·
Sektor pertanian
Sektor pertanian tumbuh meningkat dari 4,4%
pada triwulan III menjadi 8,3% pada triwulan IV 2013. Pergeseran puncak panen
menyebabkan masih terdapatnya panen di beberapa daerah sentra produksi di
Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2013. Produksi ikan yang meningkat signifikan
di daerah sentra seperti Maluku dan Maluku Utara ikut mendorong pertumbuhan
sektor pertanian. Di Sulawesi Tenggara, penguatan infrastruktur irigasi serta penambahan
kapal untuk penangkapan ikan yang ditempuh pemerintah menjadi faktor pendorong
pertumbuhan. Untuk keseluruhan 2013, sektor pertanian mengalami perlambatan
dari 5,2% menjadi 4,5% Hal ini dinilai merupakan dampak melemahnya pertumbuhan
produksi padi di Sulampua Berdasarkan angka sementara dari Badan Pusat
Statistik (BPS), pertumbuhan produksi padi Sulampua melambat dari 7,4% pada
2012 menjadi 1,4% pada 2013.
Ø Berdasarkan
data yang didapatkan dari BPS , dapat kita lihat Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) untuk parameter penentu tingkat kesejahteraan pada masing-masing
provinsi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga
dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan,
dan kehidupan yang layak.dimensi-dimensi tersebut adalah :
1.
Mengukur dimensi kesehatan menggunakan
angka harapan hidup waktu lahir
2.
Mengukur dimensi pendidikan menggunakan
gabungan indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah
3.
mengukur dimensi hidup layak digunakan
indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang
dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Berdasarkan data BPS tahun 2012 tingkat
IPM untuk daerah Jawa yaitu DKI Jakarta sebanyak 78,33 ,Banten sebanyak 71,49 ,
Jawa Barat 73,11, Jawa Tengah 73,36 ,D.I Yogyakarta 76,75, Jawa timur 72,83 , Bali
73,49 .sedangkan untuk daerah luar jawa tingkat IPM tertinggi pada provinsi
Sulawasi Utara yaitu 76,95 dan terendah pada provinsi Papua yaitu 65,86 .makin besar
tingkat IPM yang ada maka kondisi atau keadaan suatu provinsi akan semakin
membaik atau tidak akan terjadi ketimpangan sedangkan sebaliknya jika angka IPM
makin rendah maka makin besar kemungkinan terjadianya ketimpangan .
ØPenduduk buta huruf antar provinsi tahun 2013 (usia
15+)
Penduduk buta huruf pada provinsi di
Indonesia paling tinggi dimiliki Papua yaitu sebanyak 34,31% , Nusa Tenggara
Barat 16,32% , dan Sulawesi Selatan 11,27 sedangkan terendah dimiliki oleh DKI
Jakarta .
Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi
ketimpangan ekonomi antarwilayah sangat ditentukan oleh faktor yang
mempengaruhi ketimpangan. Kebijakan yang dimaksudkan merupakan upaya pemerintah
, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi
ketimpangan ekonomi antardaerah dalam suatu negara atau wilayah.dalam mengatasi dapat dilakukan :
A.
Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi ketimpangan adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor
produksi antardaerah. Pemerintah perlu mendorong berkembangnya sarana
perhubungan seperti perusahaan angkutan antardaerah dan fasilitas
telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan ekonomi
antarwilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor
produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar.
B.
Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan
Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah
kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah.
Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela
dengan biaya sendiri.
Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini,
kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula
diatasi sehingga proses pembangunan ekonomi daerah bersangkutan akan dapat pula
digerakkan.
C.
Pengembangan Pendidikan Antarwilayah
Pengembangan pendidikan akan dapat medorong
peningkatan keterampilan tenaga kerja selanjutnya akan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Disamping itu, melalui pengembangan pendidikan akan
dapat pula didorong proses inovasi dan perbedaan teknologi produksi selanjutnya
akan mendorong perbaikan tingkat efisiensi usaha.
Pengembangan pendidikan pada daerah yang relatif
terbelakang diperkirakan akan merupakan kebijakan yang cukup penting untuk
mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah.
D.
Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi
ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut
menganut konsep Konsentrasi dan Desentralisasi secara sekaligus.
Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan
ekonomi dapat dilakukan dengan masih mempertahankan tingkat efisiensi usaha
yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha. Sedangkan aspek desentralisasi
diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antardaerah dapat dilakukan
sehingga ketimpangan pembangunan antaarwilayah akan dapat dikurangi.
Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong
proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan
pembangunan antarwilayah dapat dilakukan melaui pembangunan pusat – pusat
pertumbuhan pada kota – kota skala kecil dan menengah.
E.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dengan dilaksanakannya oonomi daerah dan
desentralisasi pembangunan, maka aktivitas pembangunan ekonomi daerah, termasuk
daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena adanya wewenang
yang ada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Bila hal ini dapat dilakukan, makan proses pembangunan
ekonomi daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan
ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat pula dikurangi.
Melalui kebijakan. Pemerintah dapat memberikan
kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerah
masing – masing ( desentralisasi pembangunan ). Sejalan dengan ini, masing –
masing daerah juga diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk
“Block Grant” berupa dana perimbangan yang terdiri dari “Dana Bagi Hasil Pajak
dan Sumber Daya Alam”, Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi Khusus ( DAK ).
Dari berbagai
data yang ada , maka dapat saya simpulkan keadaan di berbagai provinsi di
Indonesia , dengan indikator yang ada pemerintah seharusnya dapat tepat
mengatasi permaslahan yang ada antar provinsi se-Indonesia
.kesenjangan-kesenjangan yang terjadi rata-rata terjadi diwilayah yang berada
jauh dengan ibukota atau daerah yang memiliki luas wilayah yang cukup sempit
seperti contohnya di Pulau jawa terdapat di Banten yang memiliki ketimpangan
yang cukup besar hal ini dikarenakan Banten pada dasarnya adalah wilayah yang terkecil
diantara wilayah Jawa yang lainnya . sedangkan , untuk wilayah di luar jawa
ketimpangan terjadi paling menonjol di provinsi Papua .oleh karena itu ,
pemerintah khususnya pemerintah daerah masing-masing dapat melakukan upaya
untuk membangun daerahnya masing-masing.dengan cara contohnya penyebaran
pembangunan prasarana terhubung yaitu untuk wilayah-wilayah terpencil seperti
diwilayah Indonesia bagian timur .
Sumber :