Senin, 28 April 2014

perbandingan tingkat kesejahteraan (softskills 2)


Efenni Prima Canceria
22213778
1EB24

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan antar Provinsi di Indonesia

Menurut Dudley Seers , tingkat kesejahteraan dapat ditentukan melalui 3 indikator , yakni dilihat dari :
a)    Tingkat kemiskinan
b)   Tingkat pengangguran
c)    ketimpangan diberbagai bidang

indikator-indikator tersebut akan dibahas mengenai berbagai provinsi di Indonesia :
A.   tingkat kemiskinan
Keberhasilan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir disertai pula dengan menurunnya angka kemiskinan di berbagai daerah.Secara nasional, angka kemiskinan mengalami penurunan dari 11,7% pada tahun 2012 menjadi 11,5% pada tahun 2013. Terkait kemsikinan yang menurun, jika dilihat penurunan tersebut tidak terjadi secara merata. Beberapa daerah seperti Jabagteng, Sulampua, dan Bali-Nustra justru cenderung berada di atas nasional .dari data BPS yang ada pada september 2013 , presentase penduduk miskin yang berada di desa maupun kota paling banyak dimiliki oleh Papua (31,53%) , Papua Barat (27,14%) , Nusa Tenggara Timur (20,24%) , Maluku (19,27%) sedangkan presentase terkecil dimiliki oleh DKI Jakarta (3,72%) .namun , jumlah penduduk miskin terbanyak berada pada provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 1622,03 ribu jiwa di daerah perkotaan dan 3243,79 ribu jiwa di pedesaan sedangkan jumlah penduduk miskin paling sedikit berada di provinsi Kepulauan Bangka belitung yaitu sebanyak 70,90 ribu jiwa didaerah perkotaan dan pedesaan .hal tersebut terjadi karena letak geografi besarnya wilayah juga mempengaruhi jumlah penduduk miskin yang ada contohnya antara provinsi Jawa timur walaupun memiliki penduduk miskin terbanyak namun presentasenya masih lebih besar daripada Papua hal ini dikarenakan wilayah Jawa timur dan Papua jauh lebih besar provinsi Jawa Timur dan jumlah paling sedikit dimiliki Bangka belitung walaupun DKI jakarta memiliki presentase paling kecil hal ini terjadi karena wilayah Bangka Belitung lebih kecil daripada provinsi DKI Jakarta.

B.    Tingkat Pengangguran
Hal lain yang perlu dicermati adalah meningkatnya pengangguran di berbagai daerah pada tahun 2013. Peningkatan tersebut antara lain terkait dengan menurunnya kinerja perekonomian daerah sepanjang tahun 2013. Berdasarkan data sementara Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 jumlah pengangguran secara nasional sebesar 7,4juta jiwa, yaitu 6,25 persen dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta jiwa.
 Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat kenaikan tingkat pengangguran, namun masih mencatat angka pengangguran terendah di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02%.Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami penurunan pada Agustus 2013.

C.    Ketimpangan diBerbagai Bidang
indikator rasio gini, dalam beberapa tahun justru menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat. Secara nasional, rasio gini meningkat dari 0,410 menjadi 0,413 pada tahun 2013. Hal ini memberikan arti adanya kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Meningkatnya ketimpangan pendapatan di tengah angka kemiskinan yang menurun mengindikasikan adanya perbedaan laju peningkatan kesejahteraan di antara berbagai kelompok masyarakat. Pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak berdampak positif pada meningkatnya laju pendapatan masyarakat kelas menengah atas yang lebih cepat. Sementara itu, akselerasi laju pendapatan kelompok masyarakat menengah bawah relatif lebih lambat karena mereka lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan industri yang pertumbuhannya relatif lebih lambat daripada sektor lainnya.

Kinerja Sektor Utama Daerah :
·         Sektor pertambangan dan penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian secara agregat tumbuh melambat di wilayah Sulampua dari 24,8% pada triwulan III 2013 menjadi 22,6%.Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas ekspor yang masih cenderung terbatas dan terhentinya produksi beberapa perusahaan tambang lokal di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian, langkah pelaku usaha dalam mengantisipasi berlakunya larangan ekspor mineral pada awal Januari 2014 dan minimalnya kendala operasional perusahaan tambang besar di wilayah Sulampua diperkirakan dapat menopang pertumbuhan kinerja sektor pertambangan pada kisaran level yang masih tinggi. Indikasi ini terlihat dari produksi tembaga dan emas di Papua yang meningkat cukup tinggi pada akhir tahun 2013.


·         Sektor indikasi pengolahan
Pada triwulan IV 2013, sektor industri pengolahan tumbuh meningkat hingga mencapai 11,4% setelah sebelumnya tumbuh 7,2%. Provinsi pendorong pertumbuhan sektor ini adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan terutama Papua Barat. Di Papua Barat, meningkatnya kinerja industri dipengaruhi terutama oleh produksi LNG yang meningkat cukup tinggi seiring membaiknya harga internasional LNG pada triwulan IV 2013. sektor industri pengolahan tercatat tumbuh melambat dari 12,7% (yoy) pada 2012 menjadi 8,4%.
·         Sektor perdagangan,hotel, dan restoran
Sektor PHR tumbuh menguat di akhir 2013. Pada triwulan IV 2013, sektor PHR bertumbuh 10,2%, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (9,1%). Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara menjadi pendorong akselerasi sektor ini. Peningkatan tersebut terutama didukung oleh kegiatan perdagangan besar maupun eceran yang meningkat seiring masa akhir tahun. Kehadiran pusat perbelanjaan besar di Sulawesi Tenggara menjadi faktor yang menguatkan pertumbuhan. Di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, penyelenggaraan event berskala besar menjadi pemicu akselerasi. Akumulasi selama satu tahun menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan sektor PHR dari 10,2% pada 2012 menjadi 9,9% pada 2013. Perlambatan ini dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan konsumsi maupun impor di 2013 sehingga kegiatan perdagangan pun ikut melambat. Melihat pada beberapa perkembangan indikator terkini, pertumbuhan sektor PHR diperkirakan akan sedikit melambat pada triwulan I 2014. Tingkat penghunian kamar hotel di beberapa daerah di wilayah Sulampua cenderung menurun pada awal tahun. Pola yang sama juga teramati pada jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Makassar dan Manado.
·         Sektor pertanian
Sektor pertanian tumbuh meningkat dari 4,4% pada triwulan III menjadi 8,3% pada triwulan IV 2013. Pergeseran puncak panen menyebabkan masih terdapatnya panen di beberapa daerah sentra produksi di Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2013. Produksi ikan yang meningkat signifikan di daerah sentra seperti Maluku dan Maluku Utara ikut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Di Sulawesi Tenggara, penguatan infrastruktur irigasi serta penambahan kapal untuk penangkapan ikan yang ditempuh pemerintah menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Untuk keseluruhan 2013, sektor pertanian mengalami perlambatan dari 5,2% menjadi 4,5% Hal ini dinilai merupakan dampak melemahnya pertumbuhan produksi padi di Sulampua Berdasarkan angka sementara dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi padi Sulampua melambat dari 7,4% pada 2012 menjadi 1,4% pada 2013.

Ø  Berdasarkan data yang didapatkan dari BPS , dapat kita lihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk parameter penentu tingkat kesejahteraan pada masing-masing provinsi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak.dimensi-dimensi tersebut adalah :
1.     Mengukur dimensi kesehatan menggunakan angka harapan hidup waktu lahir
2.    Mengukur dimensi pendidikan menggunakan gabungan indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah
3.    mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Berdasarkan data BPS tahun 2012 tingkat IPM untuk daerah Jawa yaitu DKI Jakarta sebanyak 78,33 ,Banten sebanyak 71,49 , Jawa Barat 73,11, Jawa Tengah 73,36 ,D.I Yogyakarta 76,75, Jawa timur 72,83 , Bali 73,49 .sedangkan untuk daerah luar jawa tingkat IPM tertinggi pada provinsi Sulawasi Utara yaitu 76,95 dan terendah pada provinsi Papua yaitu 65,86  .makin besar tingkat IPM yang ada maka kondisi atau keadaan suatu provinsi akan semakin membaik atau tidak akan terjadi ketimpangan sedangkan sebaliknya jika angka IPM makin rendah maka makin besar kemungkinan terjadianya ketimpangan .

ØPenduduk buta huruf antar provinsi tahun 2013 (usia 15+)
Penduduk buta huruf pada provinsi di Indonesia paling tinggi dimiliki Papua yaitu sebanyak 34,31% , Nusa Tenggara Barat 16,32% , dan Sulawesi Selatan 11,27 sedangkan terendah dimiliki oleh DKI Jakarta .

Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi ketimpangan ekonomi antarwilayah sangat ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi ketimpangan. Kebijakan yang dimaksudkan merupakan upaya pemerintah , baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi ketimpangan ekonomi antardaerah dalam suatu negara atau wilayah.dalam mengatasi dapat dilakukan :
 A.     Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah. Pemerintah perlu mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antardaerah dan fasilitas telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan ekonomi antarwilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar.
B.     Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan
Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela dengan biaya sendiri.
Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan ekonomi daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan.
C.     Pengembangan Pendidikan Antarwilayah
Pengembangan pendidikan akan dapat medorong peningkatan keterampilan tenaga kerja selanjutnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Disamping itu, melalui pengembangan pendidikan akan dapat pula didorong proses inovasi dan perbedaan teknologi produksi selanjutnya akan mendorong perbaikan tingkat efisiensi usaha.
Pengembangan pendidikan pada daerah yang relatif terbelakang diperkirakan akan merupakan kebijakan yang cukup penting untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah.
D.    Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep Konsentrasi dan Desentralisasi secara sekaligus.
Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan ekonomi dapat dilakukan dengan masih mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antardaerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antaarwilayah akan dapat dikurangi.
Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat dilakukan melaui pembangunan pusat – pusat pertumbuhan pada kota – kota skala kecil dan menengah.
E.     Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dengan dilaksanakannya oonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktivitas pembangunan ekonomi daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan  karena adanya wewenang yang ada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Bila hal ini dapat dilakukan, makan proses pembangunan ekonomi daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat pula dikurangi.
Melalui kebijakan. Pemerintah dapat memberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerah masing – masing ( desentralisasi pembangunan ). Sejalan dengan ini, masing – masing daerah juga diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk “Block Grant” berupa dana perimbangan yang terdiri dari “Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam”, Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi Khusus ( DAK ).
          Dari berbagai data yang ada , maka dapat saya simpulkan keadaan di berbagai provinsi di Indonesia , dengan indikator yang ada pemerintah seharusnya dapat tepat mengatasi permaslahan yang ada antar provinsi se-Indonesia .kesenjangan-kesenjangan yang terjadi rata-rata terjadi diwilayah yang berada jauh dengan ibukota atau daerah yang memiliki luas wilayah yang cukup sempit seperti contohnya di Pulau jawa terdapat di Banten yang memiliki ketimpangan yang cukup besar hal ini dikarenakan Banten pada dasarnya adalah wilayah yang terkecil diantara wilayah Jawa yang lainnya . sedangkan , untuk wilayah di luar jawa ketimpangan terjadi paling menonjol di provinsi Papua .oleh karena itu , pemerintah khususnya pemerintah daerah masing-masing dapat melakukan upaya untuk membangun daerahnya masing-masing.dengan cara contohnya penyebaran pembangunan prasarana terhubung yaitu untuk wilayah-wilayah terpencil seperti diwilayah Indonesia bagian timur .



Sumber :



Efenni Prima Canceria
22213778
1EB24

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan antar Provinsi di Indonesia

Menurut Dudley Seers , tingkat kesejahteraan dapat ditentukan melalui 3 indikator , yakni dilihat dari :
a)    Tingkat kemiskinan
b)   Tingkat pengangguran
c)    ketimpangan diberbagai bidang

indikator-indikator tersebut akan dibahas mengenai berbagai provinsi di Indonesia :
A.   tingkat kemiskinan
Keberhasilan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir disertai pula dengan menurunnya angka kemiskinan di berbagai daerah.Secara nasional, angka kemiskinan mengalami penurunan dari 11,7% pada tahun 2012 menjadi 11,5% pada tahun 2013. Terkait kemsikinan yang menurun, jika dilihat penurunan tersebut tidak terjadi secara merata. Beberapa daerah seperti Jabagteng, Sulampua, dan Bali-Nustra justru cenderung berada di atas nasional .dari data BPS yang ada pada september 2013 , presentase penduduk miskin yang berada di desa maupun kota paling banyak dimiliki oleh Papua (31,53%) , Papua Barat (27,14%) , Nusa Tenggara Timur (20,24%) , Maluku (19,27%) sedangkan presentase terkecil dimiliki oleh DKI Jakarta (3,72%) .namun , jumlah penduduk miskin terbanyak berada pada provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 1622,03 ribu jiwa di daerah perkotaan dan 3243,79 ribu jiwa di pedesaan sedangkan jumlah penduduk miskin paling sedikit berada di provinsi Kepulauan Bangka belitung yaitu sebanyak 70,90 ribu jiwa didaerah perkotaan dan pedesaan .hal tersebut terjadi karena letak geografi besarnya wilayah juga mempengaruhi jumlah penduduk miskin yang ada contohnya antara provinsi Jawa timur walaupun memiliki penduduk miskin terbanyak namun presentasenya masih lebih besar daripada Papua hal ini dikarenakan wilayah Jawa timur dan Papua jauh lebih besar provinsi Jawa Timur dan jumlah paling sedikit dimiliki Bangka belitung walaupun DKI jakarta memiliki presentase paling kecil hal ini terjadi karena wilayah Bangka Belitung lebih kecil daripada provinsi DKI Jakarta.

B.    Tingkat Pengangguran
Hal lain yang perlu dicermati adalah meningkatnya pengangguran di berbagai daerah pada tahun 2013. Peningkatan tersebut antara lain terkait dengan menurunnya kinerja perekonomian daerah sepanjang tahun 2013. Berdasarkan data sementara Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013 jumlah pengangguran secara nasional sebesar 7,4juta jiwa, yaitu 6,25 persen dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta jiwa.
 Secara agregat, kawasan Sumatera mencatat kenaikan angka pengangguran yang cukup tinggi pada tahun 2013. Sementara kondisi pengangguran di Kawasan Jawa relatif tidak berubah dari tahun lalu. Kawasan Jakarta, meskipun mencatat kenaikan tingkat pengangguran, namun masih mencatat angka pengangguran terendah di antara kawasan lainnya, yaitu 9,02%.Rilis data terakhir menunjukkan tingkat pengangguran di wilayah Sulampua menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 4,8% pada Agustus 2013 dibandingkan Februari 2013 (4,7%). Secara umum, tingkat pengangguran pada provinsi-provinsi di wilayah Sulampua mengalami kenaikan, kecuali Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) periode Agustus 2012 (5,0%), TPT di wilayah Sulampua mengalami penurunan pada Agustus 2013.

C.    Ketimpangan diBerbagai Bidang
indikator rasio gini, dalam beberapa tahun justru menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat. Secara nasional, rasio gini meningkat dari 0,410 menjadi 0,413 pada tahun 2013. Hal ini memberikan arti adanya kenaikan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Meningkatnya ketimpangan pendapatan di tengah angka kemiskinan yang menurun mengindikasikan adanya perbedaan laju peningkatan kesejahteraan di antara berbagai kelompok masyarakat. Pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir lebih banyak berdampak positif pada meningkatnya laju pendapatan masyarakat kelas menengah atas yang lebih cepat. Sementara itu, akselerasi laju pendapatan kelompok masyarakat menengah bawah relatif lebih lambat karena mereka lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan industri yang pertumbuhannya relatif lebih lambat daripada sektor lainnya.

Kinerja Sektor Utama Daerah :
·         Sektor pertambangan dan penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian secara agregat tumbuh melambat di wilayah Sulampua dari 24,8% pada triwulan III 2013 menjadi 22,6%.Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas ekspor yang masih cenderung terbatas dan terhentinya produksi beberapa perusahaan tambang lokal di Sulawesi Tengah. Meskipun demikian, langkah pelaku usaha dalam mengantisipasi berlakunya larangan ekspor mineral pada awal Januari 2014 dan minimalnya kendala operasional perusahaan tambang besar di wilayah Sulampua diperkirakan dapat menopang pertumbuhan kinerja sektor pertambangan pada kisaran level yang masih tinggi. Indikasi ini terlihat dari produksi tembaga dan emas di Papua yang meningkat cukup tinggi pada akhir tahun 2013.


·         Sektor indikasi pengolahan
Pada triwulan IV 2013, sektor industri pengolahan tumbuh meningkat hingga mencapai 11,4% setelah sebelumnya tumbuh 7,2%. Provinsi pendorong pertumbuhan sektor ini adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan terutama Papua Barat. Di Papua Barat, meningkatnya kinerja industri dipengaruhi terutama oleh produksi LNG yang meningkat cukup tinggi seiring membaiknya harga internasional LNG pada triwulan IV 2013. sektor industri pengolahan tercatat tumbuh melambat dari 12,7% (yoy) pada 2012 menjadi 8,4%.
·         Sektor perdagangan,hotel, dan restoran
Sektor PHR tumbuh menguat di akhir 2013. Pada triwulan IV 2013, sektor PHR bertumbuh 10,2%, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (9,1%). Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara menjadi pendorong akselerasi sektor ini. Peningkatan tersebut terutama didukung oleh kegiatan perdagangan besar maupun eceran yang meningkat seiring masa akhir tahun. Kehadiran pusat perbelanjaan besar di Sulawesi Tenggara menjadi faktor yang menguatkan pertumbuhan. Di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, penyelenggaraan event berskala besar menjadi pemicu akselerasi. Akumulasi selama satu tahun menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan sektor PHR dari 10,2% pada 2012 menjadi 9,9% pada 2013. Perlambatan ini dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan konsumsi maupun impor di 2013 sehingga kegiatan perdagangan pun ikut melambat. Melihat pada beberapa perkembangan indikator terkini, pertumbuhan sektor PHR diperkirakan akan sedikit melambat pada triwulan I 2014. Tingkat penghunian kamar hotel di beberapa daerah di wilayah Sulampua cenderung menurun pada awal tahun. Pola yang sama juga teramati pada jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Makassar dan Manado.
·         Sektor pertanian
Sektor pertanian tumbuh meningkat dari 4,4% pada triwulan III menjadi 8,3% pada triwulan IV 2013. Pergeseran puncak panen menyebabkan masih terdapatnya panen di beberapa daerah sentra produksi di Sulawesi Selatan pada triwulan IV 2013. Produksi ikan yang meningkat signifikan di daerah sentra seperti Maluku dan Maluku Utara ikut mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Di Sulawesi Tenggara, penguatan infrastruktur irigasi serta penambahan kapal untuk penangkapan ikan yang ditempuh pemerintah menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Untuk keseluruhan 2013, sektor pertanian mengalami perlambatan dari 5,2% menjadi 4,5% Hal ini dinilai merupakan dampak melemahnya pertumbuhan produksi padi di Sulampua Berdasarkan angka sementara dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi padi Sulampua melambat dari 7,4% pada 2012 menjadi 1,4% pada 2013.

Ø  Berdasarkan data yang didapatkan dari BPS , dapat kita lihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk parameter penentu tingkat kesejahteraan pada masing-masing provinsi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak.dimensi-dimensi tersebut adalah :
1.     Mengukur dimensi kesehatan menggunakan angka harapan hidup waktu lahir
2.    Mengukur dimensi pendidikan menggunakan gabungan indikator melek huruf dan rata-rata lama sekolah
3.    mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Berdasarkan data BPS tahun 2012 tingkat IPM untuk daerah Jawa yaitu DKI Jakarta sebanyak 78,33 ,Banten sebanyak 71,49 , Jawa Barat 73,11, Jawa Tengah 73,36 ,D.I Yogyakarta 76,75, Jawa timur 72,83 , Bali 73,49 .sedangkan untuk daerah luar jawa tingkat IPM tertinggi pada provinsi Sulawasi Utara yaitu 76,95 dan terendah pada provinsi Papua yaitu 65,86  .makin besar tingkat IPM yang ada maka kondisi atau keadaan suatu provinsi akan semakin membaik atau tidak akan terjadi ketimpangan sedangkan sebaliknya jika angka IPM makin rendah maka makin besar kemungkinan terjadianya ketimpangan .

ØPenduduk buta huruf antar provinsi tahun 2013 (usia 15+)
Penduduk buta huruf pada provinsi di Indonesia paling tinggi dimiliki Papua yaitu sebanyak 34,31% , Nusa Tenggara Barat 16,32% , dan Sulawesi Selatan 11,27 sedangkan terendah dimiliki oleh DKI Jakarta .

Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi ketimpangan ekonomi antarwilayah sangat ditentukan oleh faktor yang mempengaruhi ketimpangan. Kebijakan yang dimaksudkan merupakan upaya pemerintah , baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi ketimpangan ekonomi antardaerah dalam suatu negara atau wilayah.dalam mengatasi dapat dilakukan :
 A.     Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antardaerah. Pemerintah perlu mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antardaerah dan fasilitas telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan ekonomi antarwilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar.
B.     Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan
Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela dengan biaya sendiri.
Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan ekonomi daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan.
C.     Pengembangan Pendidikan Antarwilayah
Pengembangan pendidikan akan dapat medorong peningkatan keterampilan tenaga kerja selanjutnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Disamping itu, melalui pengembangan pendidikan akan dapat pula didorong proses inovasi dan perbedaan teknologi produksi selanjutnya akan mendorong perbaikan tingkat efisiensi usaha.
Pengembangan pendidikan pada daerah yang relatif terbelakang diperkirakan akan merupakan kebijakan yang cukup penting untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah.
D.    Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep Konsentrasi dan Desentralisasi secara sekaligus.
Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan ekonomi dapat dilakukan dengan masih mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antardaerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antaarwilayah akan dapat dikurangi.
Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah dapat dilakukan melaui pembangunan pusat – pusat pertumbuhan pada kota – kota skala kecil dan menengah.
E.     Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dengan dilaksanakannya oonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktivitas pembangunan ekonomi daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan  karena adanya wewenang yang ada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Bila hal ini dapat dilakukan, makan proses pembangunan ekonomi daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antarwilayah akan dapat pula dikurangi.
Melalui kebijakan. Pemerintah dapat memberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerah masing – masing ( desentralisasi pembangunan ). Sejalan dengan ini, masing – masing daerah juga diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk “Block Grant” berupa dana perimbangan yang terdiri dari “Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam”, Dana Alokasi Umum ( DAU ), Dana Alokasi Khusus ( DAK ).
          Dari berbagai data yang ada , maka dapat saya simpulkan keadaan di berbagai provinsi di Indonesia , dengan indikator yang ada pemerintah seharusnya dapat tepat mengatasi permaslahan yang ada antar provinsi se-Indonesia .kesenjangan-kesenjangan yang terjadi rata-rata terjadi diwilayah yang berada jauh dengan ibukota atau daerah yang memiliki luas wilayah yang cukup sempit seperti contohnya di Pulau jawa terdapat di Banten yang memiliki ketimpangan yang cukup besar hal ini dikarenakan Banten pada dasarnya adalah wilayah yang terkecil diantara wilayah Jawa yang lainnya . sedangkan , untuk wilayah di luar jawa ketimpangan terjadi paling menonjol di provinsi Papua .oleh karena itu , pemerintah khususnya pemerintah daerah masing-masing dapat melakukan upaya untuk membangun daerahnya masing-masing.dengan cara contohnya penyebaran pembangunan prasarana terhubung yaitu untuk wilayah-wilayah terpencil seperti diwilayah Indonesia bagian timur .



Sumber :


 
Efenni Prima Canceria Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template